Berita & Agenda : Thursday, 16 August 2012 | 2177 Views |

Kenang Pahlawan, Maba Uwika Nge-games di Tugu Pahlawan

salah satu kelompok mahasiswa baru saat mengikuti game di Tugu Pahlawan

Momen peringatan hari kemerdekaan merupakan saat tepat untuk menanamkan jiwa kepahwlawanan. Hal itu pula yang dilakukan panitia Pekan Mahasiswa Baru (PEMBA) 2012 Universitas Widya Kartika (Uwika). Mereka menggelar permainan “Membantu Si Buta” di Pelatawan Tugu Pahlawan.
Kegiatan tersebut dalam rangka pengenalan kampus bagi mahasiswa baru. “Perpeloncoan sudah tidak relevan. Banyak cara elegan yang bisa digunakan agar mahasiswa baru memahami dunia kampus. Dan yang perlu diingat, kegiatan itu juga harus bisa menanamkan nilai-nilai yang baik,” kata Evans Tantular, Ketua pelaksana kegiatan tersebut.
Rangkaian kegiatan PEMBA Uwika telah memasuki babak akhir. Hari ini, Kamis 16 Agustus 2012, panitia menyelenggarakan kegiatan rally games di beberapa tempat. Yakni Taman Bungkul, Tugu Pahlawan, dan East Coast. Permainan yang lakuka juga berbeda-beda di tiap lokasi.
Di Taman Bungkul, panitia menggelar hunting foto. Peserta diminta mengambil gambar sebuah benda. Namun, Panitia tidak menyebut secara tersurat nama obyek tersebut. “Kami hanya memberikan clue tertentu yang mengarahkan mereka pada benda itu,” ucap dia.
Di lokasi berikutnya, peserta diminta memainkan “Membantu Si Buta.” Terik matahari di Tugu Pahlawan tak menyurutkan semangat para peserta. Dalam permainan itu, tiap kelompok membentuk barisan satu banjar. Setiap perseta harus mengenakan penutup mata. Sehingga, mereka sama sekali tidak bisa melihat. “Hanya peserta paling belakang saja yang tidak pakai pnutup mata,” tambah Evans.

peserta game berupaya mencari kartu yang disebar di area Tugu Pahlawan

Dalam bermain, peserta juga tidak diperkenankan berkomunikasi, baik secara verbal maupun kode sentuhan. Mereka hanya diberikan tali raffia untuk digenggam, yang menghubungkan masing-masing peserta. Dengan begitu, peserta paling belakang bisa mengirimkan perintah pada peserta paling depan.
Nah, instruksi itu diberikan agar peserta paling depan bisa melakukan tugasnya dengan baik. “Yang di depan harus mengambil kartu di lapangan,” ungkap Evans.
Stefany Ely, salah satu peserta mengatakan, kesulitan yang dialami dalam permainan tersebut adalah membangun kekompakan. Sebab, dirinya harus berusaha memberikan perintah melalui seutas tali tanpa bicara. “Makanya, harus bisa saling bekerjasama,” tutur mahasiswa baru prodi Akutansi tersebut.
Evan menjelaskan, tiap kartu yang terkumpul akan dinilai sebagai poin. Perolehan poin tersebut berguna pada permainan berikutnya di East Coast. Di sana, setiap kelompok akan di rangking berdasarkan perolehan poin. Peringkat pertama mendapat modal paling besar. “Di East Coast, kami ingin memupuk jiwa entrepreneur,” imbuh dia. Permainannya sendiri dinamakan survival games.
Teknisnya, tiap kelompok diberikan sejumlah modal. Uang tersebut bisa dibelikan barang apapun. Selanjutnya, perserta harus menjualnya kembali barang tersebut agar mendapatkan untung.
Di sinilah kreativitas usaha dibutuhkan. Semakin kreatif, peserta akan mendapat untung lebih banyak. “Selisih dari perolehan penjualan dan modal itu akan diberikan pada kelompok tersebut,” pungkasnya.