Berita & Agenda : Monday, 1 November 2010 | 2160 Views |

“Mahasiswa Uwika Lincah-lincah”

“Mahasiswa di sini lincah-lincah, semangat belajarnya tinggi sekali,” kata Mrs Sun Cuibi, 45, dosen native Bahasa Mandarin, dalam perbincangan yang berlangsung di ruang dosen Bahasa Mandarin Universitas Widya Kartika (Uwika), Kamis, 14 November 2010.

Kesan senada mengenai tingginya semangat belajar para mahasiswa Uwika itu juga disampaikan oleh Mr. He Liang, PhD, 40. Mrs. Sun Cuibi dan Mr. He Liang diwawancarai di sela-sela keduanya mengajar para mahasiswa program studi Bahasa Mandarin. Selain Mrs. Sun Cuibi dan Mr. He Liang, ada satu lagi dosen native Bahasa Mandarin, yakni Mrs. Tang Ying, 46.

Ketiga dosen ini datang ke Surabaya sejak 25 Septemebr 2010, dan akan mengajar di Uwika sedikitnya selama satu tahun ke depan. Mereka berasal dari Chongqing Normal University, RRC, salah satu universitas di China yang menjalin kerjasama dengan Uwika. Mrs. Sun Cuibi, Mr. He Liang dan Mrs. Tang Ying harus rela meninggalkan keluarga masing-masing selama setahun agar bisa fokus mengajar di Uwika. Ini tentu bukan hal yang mudah. “Anak saya sudah kuliah, jadi lebih tenang,” kata Mrs. Sun Cuibi, ketika dimintai komentar tentang perasaannya meninggalkan keluarga untuk waktu yang cukup lama.

Aura keceriaan dan kebanggaan memancar dari raut muka Mrs. Sun Cuibi. “Kalau saya sebenarnya agak berat. Anak saya belum genap empat tahun umurnya,” ujar Mr. He Liang. Dari ekspresi wajahnya, terlihat sekali lelaki kelahiran 17 November 1970 itu harus berjuang keras untuk bersikap tegar karena memendam rindu kepada anak semata wayahnya di RRC sana.

“Pasti ada perasaan kangen keluarga. Tapi ini kesempatan yang jarang (datang ke Indoenesia). Jadi harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya,” sambung Mr. He Liang yang diiyakan oleh Mrs. Sun Cuibi. “Semula memang kepikiran, tapi setelah kami jelaskan bahwa kami baik-baik saja di Indonesia, keluarga di RRC senang. Kami juga bisa berhubungan dengan mereka melalui telepon atau internet,” sambut Mrs. Sun Cuibi. Mrs. Sun Cuibi berfoto dengan mahasiswa Uwika Mrs. Sun Cuibi dan Mr. He Liang yang sama-sama suka dengan menu nasi campur ini juga mengaku senang tinggal di Surabaya. Mereka tidak merasa di luar negeri karena fasilitas yang disediakan universitas sangat memadai. “Di sini sudah banyak orang yang bisa berbahasa Mandarin, jadi seperti tidak di luar negeri saja,” kata Mrs. Sun Cuibi dan Mr. He Liang. Keduanya lantas melepas tawa. Pernyataan yang sama disampaikan oleh Mrs. Tang Ying.

Bahkan perempuan kelahiran 10 Mei 1964 ini mengaku sedang mulai belajar bahasa Indonesia. “Kami belanja di pasar tradisional dekat kampus Uwika. Saya tanya ‘berapa’ – how much, kepada para para penjual,” ujarnya lalu tertawa lepas. Selebihnya, dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari di pasar, Mrs. Tang Ying dan Mrs. Sun Cuibi lebih menggunakan bahasa tulis. Seringkali terjadi salah paham juga karena para pedagang di pasar tradisional tidak tahu bahasa Mandarin. “Tapi mereka baik-baik, ramah-ramah,” kata Mrs Tang Ying, yang dibenarkan oleh Mrs.Sun Cuibi dan juga Mr. He Ling saat ditanya kesan mereka mengenai para pedangan dan orang Indonesia pada umumnya. “Harganya juga murah, tetapi kalau di supermarket di sini mahal-mahal. Di Chongqing, harga di supermarket dan pasar berimbang. Di sini bedanya tinggi terasa sekali,” kata Mrs. Tang Ying. Mrs. Tang Ying semula mengaku takut sebelum datang ke Indonesia.

Tapi setelah datang dan mengenal orang-orang Indonesia, perasaan takut itu hilang. Yang muncul kini adalah perasaan merasa diterima dan menjadi bagian masyarakat Indonesia. “Terjadi pertukaran budaya. Orang di sini baik-baik, makanannya juga enak-enak,” sahut Mrs. Sun Huibin yang mengaku gemar dengan jus jambu merah itu. Bahkan perempuan kelahiran 20 Oktober 1965 ini memuju sikap orang Indonesia tidak boros dengan makanan. Meskipun baru pertama kalinya mereka ke Indonesia, ketiga dosen native Bahasa Mandarin juga mengaku mempunyai kesan indahnya Nusantara. “Indonesia, khususnya Surabaya, adalah kota yang indah. Bangunannya berwarna-warni,” kata Mr. He Liang yang menyelesaikan S-3 dengan spesialisasi Bahasa Mandarin itu. Ketiganya juga menjelaskan dengan sangat bagus ketika ditanya,’apa manfaatnya belajar Bahasa Mandarin’?

Menurut Mr. He Liang, Indonesia dan RRC adalah sama-sama negara sedang berkembang. Belajar Bahasa Mandarin bisa berguna untuk memajukan hubungan dan kerjasama dua negara, khususnya di bidang budaya dan ekonomi. “Orang China bisa datang ke Indonesia dengan nyaman kalau di sini banyak orang bisa berbahasa Mandarin. Kita saling mengenal budaya,” sambung Mrs. Sun Cuibi yang menempuh spesialisasi bidang pengajaran ini. Mrs. Tang Ying bersama mahasiswa Uwika Mrs. Tang Ying menambahkan, belajar bahasa, termasuk Bahasa Mandarin, bisa berguna untuk meningkatkan komunikasi, belajar bahasa itu sendiri, meningkatkan kerjasama, meningkatkan persahabatan dan sebagainya. “ Jadi dengan belajar bahasa kita bisa mendapat sekali manfaat,” kata perempuan yang menyelesaikan S-1 bidang pendidikan ini. (yuven sugiarno)