Berita & Agenda : Tuesday, 29 May 2012 | 3997 Views |

Irene Raih Juara Runner-Up II Ning Surabaya 2012

Irene Saat Proses Tanya Jawab

Prestasi membangggakan diukir seorang mahasiswi Universitas Widya Kartika (Uwika) Surabaya, Irene Natania Radix, 20. Mahasiswi dari Program Studi Bahasa Inggris itu berhasil menyisihkan ratusan pesaingnya, dan meraih posisi Wakil II Ning Surabaya dalam dalam babak Grand Final pemilihan Cak dan Ning Surabaya, 26 Mei 2012. Kecerdesan dan karakter menjadi dua kriteria utama penilaian lomba.

Ini merupakan prestasi tertinggi kedua yang diraih Irene dalam dua tahun terakhir ini. Setahun silam, tepatnya pada 20 Mei 2011, Irene juga berhasil keluar sebagai Juara III Lomba Pidato Bahasa Inggris Tingkat Jawa Timur yang diadakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jatim. Apa kiat-kiat khusus Irene sehingga bisa meraih juara?

Irene Saat Dinobatkan sebagai Runner Up II Ning Surabaya 2012

Gadis yang selalu tampil ramah ini mengaku mempelajari apa saja yang berkaitan dengan kota Surabaya. Irene bercerita, pada babak awal, pemilihan Cak dan Ning Surabaya 2012 diikuti oleh 250 peserta, dan disaring menjadi 25 pasang di babak semi final. Pada penyisihan yang berlangsung antara 14-16 Mei 2012. Dan pada babak penyisihan kedua, yakni babak Unjuk Bakat, Irene mengaku menyanyikan lagu Indonesia Pusaka dan Karena Cinta milik Joy Tobing selama 3 menit.

Babak semi final dilakukan pada 19 Mei 2012, dan Irene terpilih masuk 16 besar. Sejak masuk 16 besar, Irene menjalani karantina selama enam hari (21-26 Mei) di Hotel Singgasana hingga acara Grand Final. Selama mengikuti seluruh proses pemilihan Cak dan Ning Surabaya 2012, Irene mengaku mempunyai beragama kisah unik.

“Pada awal-awal technical meeting menjelang final, sehari hanya tidur 2 jam. Yang juga berat adalah selama karantina. Kita sama sekali tidak diperbolehkan memegang alat komunikasi jenis apapun,” ujar Irene.

Ketegangan lain yang dirasakan Irene adalah saat pengukuran tinggi badan. “Yang paling deg-degan saat pengukuran tinggi badan. Takunya tidak memenuhi syarat minimum, yaitu 162 cm,” katanya.

Namun perasaan Irene berubah menjadi kelegaan, setelah diukur ternyata tinggi dan berat bandannya masuk kriteria ideal. “Tinggi badan saya 163,5 cm dan berat 52 kg,” tuturnya dengan wajah ceria.

Selama menjalani karantina, Irene juga mengaku berusaha keras untuk meminimalisasi teguran dari panitia. Menjalan peraturan-peraturan yang ada dengan sebaik mungkin merupakan cara ampuh untuk meminimaslisasi teguran itu. Selain itu, dia juga patuh dengan kewajiban untuk menyebut semua kontestan, pengajar, dan para juri dengan sebutan Cak atau Ning.
“Sesuai tata tertib, selama masa kompetisi berlangsung, setiap peserta harus ditemani pasangannya dan dalam keadaan bergandengan,” kata Irene sambil menambahkan dirinya selalu disipilin waktu.

Kisah unik dialami Irene. Dia mengaku sempat meminjam sepatu fantofel platform ke teman sesama peserta lomba. “Ternyata kebesaran. Terpaksa aku ganjal dengan kaos kaki,” ujarnya sambil tersenyum mengenang kejadian di saat tahap penyisihan pertama itu.

Kejadian unik lainnya dialami ketika diminta menjawab pertanyaan dengan menggunakan bahasa Suroboyoan, tanpa disadari jawaban yang keluar dari mulutnya justru dalam bahasa Inggris. “Enak saja waktu menjawabnya, eh nggak tahunya pakai bahasa Inggris,” ungkap Irene, lagi-legi tersenyum menahan geli.

Namun dibalik peristiwa itu, Irene mengaku mendapat tambahan ilmu selama di karantina. Meskipun asli kelahiran Surabaya, Irene baru paham betul sekarang bahwa ada beberapa kosakata Suroboyoan yang selama ini terkesan hilang dari percakapan sehari-hari. “Saya mendapat pengetahuan kosakata Suroboyoan asli, seperti kamu = awak peno, terimakasih = nedhon nerimo, terimakasih sama-sama = tak untapno, nama = aran,” katanya dengan bangga.

Pada saat grand final, dari dewan juri Irene mendapat pertanyaan tentang Karakter Lokal Surabaya. Dalam jawabannya, Irene menjelaskan bahwa yang menjadi karakter utama kota Surabaya adalah gedung-gedung bersejarah. Pada zaman Belanda, Surabaya diposisikan sebagai kota pertahanan. Karena itulah didirikan bangunan megah dan kokoh yang saat ini menjadi urban heritage kebanggan Surabaya.

“Jawaban itu saya dapatkan setelah bejalar dari banyak buku referensi yang mengulas tentang kota Surabaya,” ujarnya mantap.

Atas prestasinya itu, Irene selain mengharumkan nama Uwika, juga berhak atas hadiah berupa uang tunai senilai Rp 3 juta plus menginap di Taman Dayu dan voucher makan di Hallo Surabaya.

Proficiat Irene!